Selamat Datang DI WWW.WACANADHARMA.BLOGSPOT.COM

Tuesday, April 12, 2011

selingan , ‘BETARA


Diambil dari kolom Bungklang Bungkling, ‘BETARA’, di harian Bali Post, Minggu, 23 Mei 2010, oleh I Wayan Juniartha. Diterjemahkan oleh Putu Wiwid Budiastra.



BETARA (BHATARA)

Siapa yang paling sibuk, kesana-kemari, kehabisan tenaga saat Galungan dan Kuningan?

Bukan ibu-ibu, bukan juga para remaja. Yang paling heboh adalah para Bhatara.

Pagi buta kentungan di surga sudah berbunyi. Para Bhatara langsung berlomba mandi dan berhias.

“Kalau hari-hari biasa, saya masih sempat santai-santai. Masih sempat ngopi dan juga senam Tai-Chi,” begitu kata Ida Bhatara A saat diwawancarai oleh Dewata-Dewati TV.

Ida Bhatara hanya memakai inisial, agar tidak terkena sidang dewan kode etik. Maklum, Ida Bhatara tidak boleh sembarangan memberi keterangan pers kepada manusia. Meskipun Ida Bhatara diam saja, tapi banyak manusia yang mengaku-ngaku mendapat wangsit dari Bhatara.

“Jika sudah menjelang Galungan dan Kuningan, yang hari upacara agama hindu berturut-turut, asli tidak dapat istirahat.”

Apalagi Ida Bhatara A baru golongan 1A, dewa lokal tingkat desa dan kecamatan, belum golongan dewa regional, nasional ataupun global. Yang Termasuk global adalah Ida Bhatara Brahma, Wisnu dan Siwa, yang sudah terkenal di penjuru dunia. Paling tinggi adalah golongan universal, yaitu Ida Sang Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Esa.

“Kalau Sang Hyang Widi merupakan Wyapi-Wyapaka Nirwikara (ada dimana-mana), kita yang dewa lokal berat kasusnya, di timur pagi-pagi ada yang sembahyang, siangnya di barat ada yang meminta kerahayuan. Habis waktuku terbang kesana kemari untuk menyaksikan mereka menghaturkan sembah bhakti. Sampai robek-robek sayapku. Setiap usai hari raya pasti masuk angin.”

Ida Bhatara B manggut-manggut mendengarkan.

“Kamu masih beruntung. Hambamu masih tinggal di satu desa. Hamba saya merantau dimana-mana. Pagi saya harus di Pura Desa, siangnya ke Jakarta untuk menyaksikan umat disana, tengah malam sudah harus di New York menyaksikan warga Bali yang menghaturkan bhakti disana. Syukur saya Bhatara, kalau manusia asli bisa lenyap tersesat di New York, kota yang begitu besar,” begitu Ida Bhatara B menjawab.

Reporter TV pun manggut-manggut. Baru kali ini tahu susahnya menjadi Bhatara.

“Kalau tidak disaksikan, mereka sudah menghabiskan banyak uang untuk membuat banten. Kalau disaksikan, jumlah mereka dua juta dalam waktu yang bersamaan menyebut nama saya, asli membuat pusing tujuh keliling,”

Belum lagi ada Bhatara yang absen tepat saat Galungan dan Kuningan.

“Mereka adalah Ida Bhatara C dan Ida Bhatara D, masih kena skorsing karena terlalu melibatkan emosi saat Pilkadal (Pemilihan Kepala Kadal) waktu lalu. Sampai mereka tidak saling bicara.”

Tidak bisa disalahkan juga jika Ida Bhatara serius menjagokan kandidatnya, karena para calon kandidat begitu serius pula menghaturkan sembah bhakti. Calon kumis jempe sampai menghaturkan pejati (sesembahan) sebanyak 1.118 buah. Calon tidak berkumis alias klimis mengumpulkan tirta (air suci) dari 600 tempat suci. Persaingan dua Bhatara ini sampai membuat surga gempar.

“Hamba mereka sudah menghabiskan trilyunan untuk membeli canang, jutaan trilyun untuk merenovasi pura, milyaran trilyun untuk ngenteg linggih (menyucikan pura) dan padudusan agung (upacara penyucian terbesar). Bukankah seharusnya tambah senang dan tersentuh Ida Bhatara?” Tanya reporter TV.

Manggut-manggut Ida Bhatara A dan Ida Bhatara B. Mereka saling pandang namun tidak ada yang berani menjawab terlebih dahulu. Akhirnya Ida Bhatara B menjawabnya.

“Masalahnya semua persembahan itu ada pamrihnya. Menghaturkan yadnya sambil meminta banyak hal. Ujung-ujungnya jadi kita disini yang harus bekerja keras, lobby kesana-kemari, mengucap mantra setiap hari, supaya mampu memenuhi permintaan para hamba kami.”

Ida Bhatara B melanjutkan.

“Kalau urusan meminta rejeki, meminta lebih ganteng lagi satu inch, meminta keselamatan, masih gampang kita berikan. Masalahnya ada yang meminta kerahayuan dan kebahagiaan. Ini yang membuat pusing. Karena kalau urusan bahagia itu bukan wewenang Bhatara. Saya saja tidak bahagia menjadi Bhatara.”

Reporter TV pun tidak mampu berkata apa. Kesimpulannya sudah jelas. Kalau trilyunan uang habis untuk menghaturkan bhakti, maka trilyunan rejeki pun akan diberikan Ida Bhatara. Akan tetapi, mempunyai uang trilyunan belum tentu bisa memberi suatu kerahayuan dan kebahagian.

“Kerahayuan dan kebahagiaan itu hanya Ida sang Hyang Widi yang berhak memberikan. Ida merupakan Mbang-Tintiya (hal yang mutlak), asli tidak bisa diajak tawar-menawar dan jual-beli dengan canang, banten apalagi uang.”

 sumber
blog bali luwih

No comments:

Post a Comment