Selamat Datang DI WWW.WACANADHARMA.BLOGSPOT.COM

Sunday, October 31, 2010

tentang Dewa Siwa









Dewa pelebur, dewa pemusnah

Dewanagari: शिव
Ejaan Sanskerta: Śiva
Nama lain: Jagatpati, Nilakantha, Paramêśwara, Rudra, Trinetra
Golongan: Dewa
Kediaman: Gunung Kailasha
Senjata: Trisula
Pasangan: Dewi Parwati, Dewi Uma,
Dewi Durga, Dewi Kali
Wahana: Lembu Nandini











Siwa adalah salah satu dari tiga dewa utama (Tri murti)dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah brahma dan wisnu. Dalam ajaran agama hidu, dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.

Umat Hindu, khususnya umat hindu di india, meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:
  • Bertangan empat, masing-masing membawa:
    trisula, cemara, tasbih/genitri, kendi
  • Bermata tiga (tri netra)
  • Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
  • Ikat pinggang dari kulit harimau
  • Hiasan di leher dari ular kobra
  • Kendaraannya lembu nandini
Oleh umat hindu bali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya, menjadi panca maha buta. Dalam pengider dewata nawa sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu nandini Aksara sucinya I dan Ya Ia dipuja di puea besakih.
Dalam tradisi indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama batara guru

Menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat hindu Dewa Siwa memiliki putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra Dewa Siwa tersebut yakni:
  1. DEWA KUMARA (Kartikeya)
  2. DEWA KALA
  3. DEWA GANESA
sumber  wikipedia

Thursday, October 28, 2010

pelajaran dari siwa

Pelajaran Dari Siwa

­   Mari kita sedikit melongok ke dalam banyak relung klasik dalam budaya Hindu.

Hari ini kita akan men­jenguk Siwa. Saya rasa nama ini tidak asing bagi kita, dalam banyak buku pelajaran di negeri ini Siwa sering disalah­kap­rahkan seba­gai Dewa Per­usak – pokok­nya yang ber­fungsi seba­gai per­usak; padahal di sisi lain dalam pewayangan kita di tanah air, Siwa dikenal juga seba­gai Bhatara Guru atau Dia yang ber­fungsi seba­gai pen­didik untuk meng­arahkan para Dewa keluar dari kegelapan batin – ya, di banyak tradisi para Dewa tidak selalu disam­paikan sem­purna, mung­kin karenanya mereka perlu pem­bim­bing, seperti kita manusia. Beberapa sekte dalam Hindu memuja Siwa seba­gai Dewa Ter­tinggi, mereka menyebut­nya path to the light – penun­tun menuju cahaya.
Lalu bagaimana mung­kin Siwa Sang Per­usak – dikenal juga seba­gai Rudra yang Paling Ditakuti – men­jadi guru dari semua guru. Kata Siwa dalam bahasa Sans­kerta ber­asal dari kata Shiv, yang secara har­fiah diter­jemahkan seba­gai “Kasih”. Dalam banyak kalimat kuno banyak disam­paikan, ketika manusia (batin) memasuki kebebasan total, maka ia memasuki sebuah dimensi yang sama sekali ber­beda, seakan-akan dia ter­lahir kem­bali, ia bukan lagi antara ada dan kasih, namun ialah lautan kasih itu sen­diri. Sebelum “tiba” di sana, segala “kotoran batin” mesti han­cur, sehingga batin bisa ter­bebas dari segala yang ia cip­takan dan kasih itu sen­diri adalah per­mulaan dan akhir dari peng­han­curan itu.
Meng­apa lalu takut? Bukan­kah kita men­dam­bakan kasih yang sejati? Karena manusia ter­ikat akan banyak hal, ikatan menyebabkan emosi melahirkan friksi, sedangkan friksi adalah awal dari kekerasan dalam hidup ini. Kita ber­teriak bahwa kasih itu mesti mem­bebaskan, tapi kita selalu meng­ikat­nya dengan banyak hal, dan kita takut kehilangan ikatan-ikatan ini.
Siwa adalah sim­bolisasi (jika boleh dikatakan demikian) dari kasih yang meng­han­curkan setiap keterikatan ini, dan ketika kekuatan maha dahsyat seperti ini ber­gerak maka tidak ada yang tidak han­cur di sepan­jang jalan­nya, setiap ego akan run­tuh dengan sendirinya.
Namun, entah saya meman­dang lucu atau bagaimana (maaf), orang kemudian memuja Siwa dan ber­harap agar Beliau duduk tenang di pun­cak Kailash dan tidak mem­bawa kehan­curan bagi dunia. Ego mesti han­cur, jika tidak orang tidak akan per­nah bisa memahami apa itu kasih apa itu cinta. Sang Aku aku mesti mati sehingga pem­bebasan itu lahir dengan alaminya. Cinta itu adalah pem­besan yang sejati, dan kebebasan yang sejati itulah cinta. Cinta dan kebebasan dua hal yang satu, dan itu ber­arti segalanya tidak apa-apa, kosong, tanpa aku, tanpa ego, tanpa kegelapan, namun kosong itulah segala esensi kehidupan.
Siwa dikatakan seba­gai con­toh ketenangan yang paling sem­purna – ini menurut Purana, meng­apa? Lihat saja keluarga besar Siwa, yang mung­kin aneh bagi banyak orang. Di lengan Siwa ada ular yang melilit, demikian juga di leher, kepala dan pinggang-Nya, semen­tara salah satu putra Siwa, Dewa Kumara (di Bali dikenal seba­gai Rare Kumara atau Dewa pelin­dung bayi, balita dan anak-anak) meng­en­darai Merak, dan keper­cayaan kuno meng­atakan Merak biasanya menyerang ular jika mereka ber­temu. Paramadewa Ganesha (Dewa ter­agung Ganesha) yang diceritakan ber­ein­kar­nasi seba­gai Putra Siwa ber­kepala Gajah yang ten­tunya bisa mem­bang­kitkan selera makan Singa yang men­jadi ken­daraan Dewi Durga (Pen­dam­ping Siwa – Ibu Alam Semesta) yang juga ter­lukiskan tidak ter­pisah dari Siwa dan merupakan separuh bagian kiri Siwa. Sedangkan singa sen­diri biasanya tidak ber­sahabat dengan Lembu/Sapi Jantan yang men­jadi ken­daraan Siwa. Di dahi Siwa meman­carkan api, semen­tara dari ubun-ubun-Nya meman­car air yang diper­caya seba­gai sum­ber Gangga (Ibu dari semua Sungai). Segala sesuatunya di Kailash sana ter­gam­barkan saling bertentangan.
Namun segala yang ada di Kailash dalam per­ten­tangan itu jus­tru hidup secara har­monis. Kehar­monisan itu ber­awal dari Siwa – dari Kasih dan ber­akhir pada lahir­nya Kasih.
Kem­bali ke awal, saya rasa orang di Bali begitu takut dengan adanya paid bang­kung, sering ber­kon­flik dalam per­nikahan antara kasta, dan lain seba­gainya. Meng­apa kita takut akan hal itu, meng­apa kita khawatir, karena kita ragu akan ter­jadinya per­ubahan, karena per­ubahan meng­han­tarkan kita pada ketidakpas­tian, dan ketidakpas­tian adalah hal yang paling meng­erikan bagi orang yang ter­ikat pada keter­kon­disian­nya. Ya, kita orang buta akan keterikatan kita sendiri.
Ketika ber­temu rupang Siwa, apakah Anda akan ber­kata, “Oh Siwa yang Agung, ter­imalah sem­bah sujud hamba yang hina ini, dan ter­imalah per­sem­bahan yang tidak ber­arti ini, mohon hin­dari kami dari ben­cana, ber­ilah kemurahan hati-Mu, dan ber­kahilah kami.” Ketakutan ber­sum­ber dari batin yang ter­ikat dan ter­kon­disi, batin yang seperti ini tidak bebas, tidak mengenal cinta, apa pun yang ter­lahir darinya selalu ter­batas dan tidak murni, bahkan untuk sebuah doa.
Siwa mesti menari – Siwa Nataraja – Kasih adalah tarian kehidupan yang paling indah, karena ia merupakan esensi kebebasan yang sejati. Namun di sisi lain sangat ber­bahaya dan ditakuti, karena ia meng­han­curkan setiap keter­kon­disian setiap ikatan akan ber­ba­gai keper­cayaan dan ide yang dilahirkan batin, ia akan menyapu ber­sih batin dari apa yang dicip­takan oleh batin itu sen­diri. Jika batin telah kosong dari segala yang ia cip­takan, maka di situ ada keheningan yang luar biasa, sebuah dimensi yang tak ter­wakilkan oleh kata-kata. Jika ada kata yang sering digunakan untuk meng­gam­bar­kan­nya, para guru ber­kata itulah Kasih, itulah Shiva, jika eng­kau bisa men­capai itu, itulah Aham Brahman Asmi (Akulah Brahman), itulah Tat Twam Asi (Akulah Itu). Ketika para guru ber­kata, Brahman tidak ber­awal tidak ber­akhir, maka Shiva adalah awal dan juga sekaligus akhir dari semuanya, dua hal yang sama ter­ucap dengan cara yang ber­beda. Namun per­bedaan itu tidak ber­arti, karena dualitas ber­akhir di situ.
Ketika Buddha ber­kata bahwa di setiap diri manusia ada benih ke-Buddha-an, maka sama hal­nya dengan Shiva, ada sinar suci-Nya di dalam setiap manusia. Semuanya sekadar metafora sedemikian hingga tidak akan tam­pak rumit bagi kita. Buddha tidak datang dan mem­buat kita secara ajaib men­jadi Bodhisatta, demikian pula Shiva tidak menyihir orang, namun jika orang ber­sedia belajar dalam makna yang sesung­guh­nya, mung­kin ialah Siwa Raditya, yang selalu ber­sinar dan tiada lagi kegelapan akan ber­ba­gai hal ke mana pun ia memandang.
So when you met Shiva, what would you say, “Oh Lord, please stay still in Kailash, let be peace upon all of us” or kind of “So shall we dance?
Adap­tasi dari Chinna Katha III-1
  Copyright secured by Digip­rove © 2010 Cahya Legawa
Anda diizinkan untuk berbagi (menyalin, mendistribusikan, mengubah bentuk) & mengadaptasi artikel blog ini baik sebagian atau pun keseluruhannya di bawah penggunaan lisensi yang sama (CCA-NC-SA 3.0 Unported) kecuali dinyatakan sebaliknya atau berbeda oleh penulis. Anda diwajibkan menyertakan sumber asli pada salinan dan adaptasi yang Anda karyakan berupa pranala berikut:
Diambil dari: Pelajaran Dari Siwa oleh Cahya.

tata cara sembahyang

 tata cara sembahyang

Pada umumnya, sebelum melakukan persembahyangan – baik dengan puja Trisandya maupun Panca Sembah – didahului dengan penyucian badan dan sarana persembahyangan. Urutannya sebagai berikut:

  1. Duduk dengan tenang. Lakukan Pranayama dan setelah suasananya tenang ucapkan mantram berikut:

Om prasada sthiti sarira siwa suci nirmalà ya namah swàha

(Ya Tuhan, dalam wujud Hyang Siwa hambaMu telah duduk tenang, suci dan tiada noda)

  1. Kalau tersedia air, bersihkan tangan pakai air. Kalau tidak ada, ambil bunga dan gosokkan pada kedua tangan. Lalu telapak tangan kanan ditengadahkan di atas tangan kiri dan ucapkan mantram:

Om suddha màm swàha

(Ya Tuhan, bersihkanlah tangan hamba – bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kanan)

Lalu posisi tangan dibalik. Kini tangan kiri ditengadahkan di atas tangan kanan dan ucapkan mantram:

Om ati suddha màm swaha

(Ya, Tuhan lebih dibersihkan lagi tangan hamba – bisa juga pengertiannya untuk membersihkan tangan kiri)

  1. Kalau tersedia air (air dari rumah, bukan tirtha), lebih baik berkumur sambil mengucapkan mantram di dalam hati:

Om Ang waktra parisuddhamàm swàha

Atau lebih pendek:

Om waktra suddhaya namah

(Ya Tuhan, sucikanlah mulut hamba)

  1. Jika tersedia dupa, peganglah dupa yang sudah dinyalakan itu dengan sikap amusti, yakni tangan dicakupkan, kedua ibu jari menjepit pangkal dupa yang ditekan oleh telunjuk tangan kanan, dan ucapkan mantram:

Om Am dupa dipàstraya nama swàha

(Ya Tuhan/Brahma, tajamkanlah nyala dupa hamba sehingga sucilah sudah hamba seperti sinarMu)

  1. Setelah itu lakukanlah puja Trisandya. Jika memuja sendirian dan tidak hafal seluruh puja yang banyaknya enam bait itu, ucapkanlah mantram yang pertama saja(Mantram Gayatri) tetapi diulang sebanyak tiga kali. Mantram di bawah ini mewakili ejaan sebenarnya, “v” dibaca mendekati “w”. Huruf yang menggunakan garis miring diatasnya, dibaca dengan nada lebih panjang. Permulaan mantram Om bisa diucapkan tiga kali, bisa juga sekali sebagaimana teks di bawah ini:

Mantram Trisandhya:

Om bhùr bhvah svah
Tat savitur varenyam
Bhargo devasya dhimahi
Dhiyo yo nah pracodayàt

Om Nàràyana evedam sarvam
Yad bhùtam yac ca bhavyam
Niskalanko nira?jano nirvikalpo
Niràkhyàtah suddo deva eko
Nàràyano na dvitiyo’sti kascit

Om tvam sivah tvam mahàdevah
Isvarah paramesvarah
Brahmà visnuca rudrasca
Purusah parikirtitah

Om pàpo’ham pàpakarmàham
Pàpàtmà pàpasambhavah
Tràhi màm pundarikàksa
Sabàhyàbhyàntarah sucih

Om ksamasva màm mahàdeva
Sarvapràni hitankara
Màm moca sarva pàpebyah
Pàlayasva sadà siva


Om ksàntavyah kàyiko dosah
Ksàntavyo vàciko mama
Ksàntavyo mànaso dosah
Tat pramàdàt ksamasva màm

Om sàntih, sàntih, sàntih, Om


Terjemahannya:

Tuhan adalah bhùr svah. Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Hyang Widhi, semoga Ia memberikan semangat pikiran kita.

Ya Tuhan, Nàrayana adalah semua ini apa yang telah ada dan apa yang akan ada, bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa Nàrayana, Ia hanya satu tidak ada yang kedua.

Ya Tuhan, Engkau dipanggil Siwa, Màhadewa, Iswara, Parameswara, Brahmà, Wisnu, Rudra, dan Purusa.

Ya Tuhan, hamba ini papa, perbuatan hamba papa, diri hamba ini papa, kelahiran hamba papa, lindungilah hamba Hyang Widhi, sucikanlah jiwa dan raga hamba.

Ya Tuhan, ampunilah hamba Hyang Widhi, yang memberikan keselamatan kepada semua makhluk, bebaskanlah hamba dari segala dosa, lindungilah hamba oh Hyang Widhi.

Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba, ampunilah dosa hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelahiran hamba.

Ya Tuhan, semoga damai, damai, damai selamanya.


Setelah selesai memuja Trisandya, dilanjutkan Panca Sembah. Kalau tidak melakukan persembahyangan Trisandya (mungkin sudah dilakukan di rumah, sebelum berangkat ke pura) dan langsung memuja dengan Panca Sembah, maka setelah membaca mantram untuk dupa langsung saja menyucikan bunga dan kawangen yang akan dipakai muspa. Ambil bunga atau kawangen itu diangkat dihadapan dada dan ucapkan mantram ini:

Om puspa dantà ya namah swàha

(Ya Tuhan, semoga bunga ini cemerlang dan suci)

  1. Setelah selesai melakukan puja Trisandya, dilanjutkan dengan kramaning sembah


Kramaning Sembah (Panca Sembah)

Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Jika dipimpin oleh pandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:

6.1.  Dengan tangan kosong (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini:

Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha

(Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba)

6.2.  Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram:

Om Adityasyà param jyoti
Rakta tejo namo’stute
Sweta pankaja madhyastha
Bhàskaràya namo’stute

(Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan)
           
6.3.  Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada kawangen, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagia wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-bedar tergantung dimana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:

Om nama dewa adhisthanàya
Sarwa wyapi wai siwàya
Padmàsana eka pratisthàya
Ardhanareswaryai namo namah

(Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada dimana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja)

6.4.  Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memperlakukan bunga itu langsung sebagai waranugraha, jadi tidak “dilentikkan/dipersembahkan” tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:

Om anugraha manoharam
Dewa dattà nugrahaka
Arcanam sarwà pùjanam
Namah sarwà nugrahaka

Dewa-dewi mahàsiddhi
Yaj?anya nirmalàtmaka
Laksmi siddhisca dirghàyuh
Nirwighna sukha wrddisca

(Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugerah, anugerah pemberian Dewata, pujaan segala pujian, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugerah. Kemahasiddhian para Dewa dan Dewi berwujud yadnya suci. Kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani)

6.5.  Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti sembah pertama. Hanya saja sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya:

Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha
Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om

(Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan)


Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:

Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:

            Om, àkàsam nirmalam sunyam,
Guru dewa bhyomàntaram,
Ciwa nirwana wiryanam,
Rekhà Omkara wijayam

(Ya Tuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu).

            Om nama dewa adhistanàya,
            Sarva wyàpi vai siwàya,
            Padmàsana ekapratisthàya,
            Ardhanareswaryai namo’namah

(Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada dimana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvàri, hamba memujaMu)

Untuk di Pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:

            Om Isanah sarwa widyànàm
            Iswarah sarwa bhùtànàm
Brahmano’ dhipatir Brahmà
Sivo astu sadàsiwa

(Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa)

Untuk di Pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, digunakan mantram sebagai berikut:

            Om, Girimurti mahàwiryam,
            Mahàdewa pratistha linggam,
            Sarwadewa pranamyanam
            Sarwa jagat pratisthanam

(Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu)

Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:

            Om, Catur diwjà mahàsakti
            Catur asrame Bhattàri
            Siwa jagatpati dewi
Durgà sarira dewi

(Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana)

Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:

            Om Brahmà Prajàpatih sresthah
            Swayambhur warado guruh
            Padmayonis catur waktro
Brahmà sakalam ucyate

(Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung)

Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau pdharman, mantramnya:

            Om Brahmà Wisnu Iswara dewam
            Tripurusa suddhàtmakam
            Tridewa trimurti lokam
            Sarwa wighna winasanam

(Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana)

Untuk di Pura Segara atau di tepi pantai, mantramnya:

            Om Nagendra krùra mùrtinam
            Gajendra matsya waktranam
            Baruna dewa masariram
            Sarwa jagat suddhàtmakam

(Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang bermoncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu)

Untuk di Pura Batur, Ulunsuwi, Ulundanu, mantramnya:

            Om Sridhana dewikà ramyà
            Sarwa rupawati tathà
            Sarwa j?ana maniscaiwa
Sri Sridewi namo’stute

(Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. Ia adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu)

Untuk bersembahyang pada hari Saraswati atau tatkala memuja Hyang Saraswati, mantramnya:

            Om Saraswati namas tubhyam
            Warade kàma rùpini
            Siddharàmbham karisyami
            Siddhir bhawantu me sadà

(Ya Tuhan dalam wujudMu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugrahaMu)

Untuk bersembahyang di pemujaan para RsiAgung seperti Danghyang Dwijendra, Danghyang Astapaka, Mpu Agnijaya, Mpu Semeru, Mpu Kuturan dan lainnya, gunakan mantram ini:

            Om Dwijendra purvanam siwam
Brahmanam purwatisthanam
Sarwa dewa ma sariram
Surya nisakaram dewam

(Ya Tuhan dalam wujudMu sebagai Siwa, raja dari sekalian pandita, Ia adalah Brahma, berdiri tegak paling depan, Ia yang menyatu dalam semua dewata. Ia yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan, kami memuja Siwa para pandita agung)

Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan “mantram umum” pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.

Terakhir, ini sembahyang ke hadapan Hyang Ganapati (Ganesha), namun dalam kaitan upacara mecaru (rsigana), atau memuja di Sanggah Natah atau Tunggun Karang, jadi tidak ada kaitannya dengan Panca Sembah:

            Om Ganapati rsi putram
            Bhuktyantu weda tarpanam
            Bhuktyantau jagat trilokam
            Suddha purna saririnam

Demikian mantram untuk Istadewata.



Sumber:
Doa Sehari-Hari Menurut Hindu, edisi Millenium Ketiga
Penerbit Pustaka Manikgeni

cyber dharnma indonesia

gending siwaratri

gending siwa ratri

catur dasi mengaran siwa ratri
betare  siwe melaksane yoga murti
siwa siwa siwa maha dewa
saksiang je jgran tityang betare siwe
pirengang je gendung titiang betare siwe
mangde lebur dosan tityang betare siwe
siwa siwa siwa om nama siwa

pejati bilwa lan padme make siwa ratri sarana
upawase lan jage brate make siwa ratri sadana
siwa siwa siwa om nama siwa

bli wayan


 

Sunday, October 24, 2010

hukum karma

 hukum karma

Telah diketahui bahwa segala yang terjadi di nunia ini tidak ada yang kebetulan.Semua ada sebab dan akibat,apapun yang kita alami merupakan sebab dari" baik melalui pikira perkataan dan tindakan.

  Sang Buddha bersabda : " Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan Anda peroleh. Pelaku kebaikan akan mengumpulkan kebaikan. Pelaku keburukan, memperoleh keburukan. Jika Anda menanamkan benih yang baik, maka Anda menikmati buah yang baik." (Samyutta Nikaya I, 227). 

 Tiga komponen yang merupakan pelaku utama karma adalah tubuh fisik, ucapan dan pikiran. Contoh karma yang dilakukan oleh tubuh fisik, yaitu membunuh, mencuri dan berjinah. Contoh karma yang dilakukan oleh ucapan, yaitu berbohong, membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, memfitnah dan berbicara kasar. Sedangkan contoh karma yang dilakukan oleh pikiran adalah keserakahan, kebencian dan khayalan. Karma dapat dibedakan atas karma yang bermanfaat, karma yang tidak bermanfaat dan karma yang bukan bermanfaat maupun tidak bermanfaat.

  Mari kita memandang hukum karma dari sudut pandang yang lebih luas tidak hanya sekedar kehidupan masa lalu dan masa sekarang.tetapi hukum karma adalah hukum alam (sebab akibat) karena sesuatu terjadi pasti ada sebabnya.hukum ini berlaku unifersal. andai pun kita punya karma buruk yang hharus kita alami  saat ini itu bisa kita imbangi dengan karma baik sekarang.Untuk menghilangkan gelap diperlukan cahaya, menghilangkan pikiran buruk dengan pikiran baik.Mungkin karma buruk yang harus kita terima saat ini tidak bis diubah tetapibisa kita tawarkan dengan karma baik.

“Apapun yang anda lakukan baik itu secara ragawi maupun 
melalui jalan pikiran,
dari pagi hingga malam, sepanjang hari, bulan,
tahun dan seumur hidup anda, semenjak anda
lahir sampai mati disebut KARMA.”
Contohnya : bangun, duduk, mandi, mencuci, berjalan, berdagang,
memakan, berolah raga, bersanggama, bekerja, bersembahyang, 
bernafas, dst. dst.
“Kesemua tindakan dan aksi yang dilakukan melalui berbagai indriyas
(organ-organ tubuh penting), baik secara instinktif maupun
melalui jalur pikiran yang dipengaruhi oleh rasa senang
maupun tidak senang, suka-duka, dsb., disebut KARMA”.

  Anggaplah garam itu karma buruk ,air adalah karma baik jika semakin banyak air yang kita tambahkan kegaram maka rasa garam itu semakin berkurang walupun zat dari garam itu masih ada.semakin bnyak perbuatan baik yang kita lakukan maka semakin tidak tersa lah karma buruk yang kita alami saat ini.

   Menurut sai narayana sadana yang bagus dilakukan pada jaman kali ini dalah dengan mengidungkan nama-naman suci Tuhan ,(kirtanam) dan berjapa mengulang ulang mantra mantra suci Tuhan disamping itu  dianjurkan kita untuk melakukan pelayanan sesama uamat hal ini dapat menetralisi akibat dari karma buruk masa lalu kita. berjapa juga dapat membantu menenangkan pikiran agar bisa berpikir positif didalam menghadapi masalah yang menimpa kita..

Menurut para resi dan Shastra-Widhi kita, kesemua karma ini terbagi di dalam tiga kategori sesuai dengan tahap-tahap yang hadir, seperti berikut ini :
1.           
    KRIYAMANA KARMA, yang berarti sebuah tindakan dilakukan pada saat ini secara instan kemudian menghasilkan pahala dan akibat pada saat ini juga.
2.          
    SANCHIT KARMA, yaitu karma komulatif, yaitu karma atau tindakan yang pernah dilaksanakan pada saat atau waktu-waktu yang lalu, namun belum matang pahalanya, jadi tertunda sampai saatnya kelak, sampai pada suatu saat tertentu yang tepat. Selama belum tiba saatnya, maka karma ini bersifat balans dan terkumpul terus (ibarat deposito dan bunganya).
3.           
    PRARABDHA KARMA, berarti hasil dari semua tindakan Sanchit Karma yang telah matang,  akan menghasilkan pahala. Biasanya fenomena ini oleh manusia awam disebut kebetulan, nasib, keberuntungan, takdir, kodrat, dsb. Mari kita pelajari ketiga bentuk karma ini secara teliti.
 
KETERANGAN :
KRIYAMANA KARMA.
Contohnya anda meminum air yang dingin di saat yang panas. Maka rasa haus anda akan langsung terpuaskan. Atau anda menampar seseorang dan pada saat itu juga anda dihajar kembali. Satu lagi contoh, anda menenggak racun, dan anda mati seketika.
SANCHIT KARMA.
Contohnya : Berbagai karma di atas tidak langsung berakibat, jadi tertunda dan masuk ke daftar tunggu, untuk kemudian dimatangkan yang pada saatnya nanti akan matang dikemudian hari. Karma-karma ini terkumpul secara misterius dan akan berakibat pada saat yang telah ditentukan-Nya.
Contoh : Anda melaksanakan ujian sekolah pada hari ini, namun hasilnya akan ditentukan setelah satu bulan.
Kemudian ada contoh lain : Anda meminum obat saat ini, namun baru sembuh setelah sekian waktu berlalu.
Ada contoh lain : Anda menyusahkan orang tua pada saat ini, anda dibalas oleh putra-putri anda setelah bertahun-tahun kemudian.
Ada contoh yang lebih unik, anda berusaha menjadi artis sepanjang hidup anda, namun anda mati terlalu cepat. Pada kehidupan selanjutnya anda menjadi tenar bahkan di saat muda tanpa banyak bersusah-payah.
Ini semua bukanlah kebetulan belaka. Karena setiap aksi akan 
menimbulkan reaksi, setiap sebab menimbulkan akibat, 
dan setiap upaya menghasilkan sesuatu pada saat yang
tepat, tanpa pengecualian.

   nb
:mungkin jika kita meliha gelandangan yang sedang mengorek makanan di tempat sampah kita akan merasa iba. kalo kita tau mungin dia dulunya adalah orang kaya yang sering membelanjakan uangnya denga berlebih sehinggah makanan dibuang begitu saja ke tempat samapah karena mrasa suda kebanyakan,dan dia lahir sakarang  mnjadi gelandangan yang mencari lagi makanan yang dibuang dulu .
 cerita ini menyadarkan kita agar jgan membuang buang makanan


..semoga tulisn ini sedikit bermamfaat
dari brbagai sumber


samesta loka sukino bhavantu
bli wayan

Tuesday, October 19, 2010

renungan kisah cinta

 cinta sejati
Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.

" Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang Guru.

"Asin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.

Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil.

Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Coba, ambil air dari telagaini, dan minumlah."

Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut pemuda itu.

"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Guru.

"Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu."

"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan. Hati yang seluas dunia!"

Keduanya beranjak pulang. Sang Guru masih menyimpan "segenggam garam" untuk orang-orang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.

sumber telkomsel hindu forum

cerita renungan kebahagiaan

Seorang muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan bertanya,
''Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan?'' 
Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab, ''Kira-kira sepuluh tahun.''

Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut, ''Begitu lama,?'' tanyanya tak percaya.
''Tidak,'' kata si orang bijak, ''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.''
Anak muda itu bertambah bingung. ''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' 
tanyanya keheranan. Orang bijak kemudian berkata, ''Coba pikirkan, 
dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''

Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas? 
Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya, 
semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?

Lantas, bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan? 
Sebagaimana yang telah banyak disampaikan, 
kebahagiaan hanya akan dicapai kalau kita mau melakukan pencarian ke dalam. 
Namun, itu semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma.
Anda harus mau membayar harganya.

Agar lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko.
Nama toko itu adalah ''Toko Kebahagiaan.''
Di sana tidak ada barang yang bernama ''kebahagiaan'' 
karena ''kebahagiaan'' itu sendiri tidak dijual. Namun, 
toko ini menjual semua barang yang merupakan unsur-unsur pembangun kebahagiaan,
antara lain: kesabaran, keikhlasan, rasa syukur, kasih sayang, kejujuran,
kepasrahan, dan rela memaafkan.
Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.

Tetapi, berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi.
Yang dijual di sini adalah benih. Jadi, kalau Anda tertarik untuk membeli
''kesabaran'' Anda hanya akan mendapatkan ''benih kesabaran.'
' Karena itu, segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus 
berusaha keras untuk menumbuhkan benih tersebut 
sampai ia menghasilkan buah kesabaran.

Setiap benih yang Anda beli di toko tersebut mengandung-
sejumlah persoalan yang harus Anda pecahkan. Hanya bila Anda -
mampu memecahkan persoalan tersebut, Anda akan menuai buahnya. 
Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya.
''kesabaran tingkat 1,''misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas,
atau pengemudi bus yang ugal-ugalan. ''Kesabaran tingkat 2''
berarti menghadapi atasan yang sewenang-wenang, atau kawan yang suka memfitnah.
''Kesabaran tingkat 3'', misalnya, adalah menghadapi anak Anda yang terkena autisme.

Menu yang lain misalnya ''bersyukur.''
''Bersyukur tingkat 1'' adalah bersyukur di kala senang, sementara 
''bersyukur tingkat 2'' adalah bersyukur di kala susah.

''Kejujuran tingkat 1,'' misalnya, kejujuran dalam kondisi biasa,
sementara ''kejujuran tingkat 2'' adalah kejujuran dalam kondisi terancam.

Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.

Setiap produk yang dijual di toko tersebut berbeda-beda harganya -
sesuai dengan kualitas karakter yang ditimbulkannya. Yang termahal-
ternyata adalah ''kesabaran'' karena kesabaran ini merupakan-
bahan baku dari segala macam produk yang dijual di sana.

Seorang filsuf Thomas Paine pernah mengatakan, 
''Apa yang kita peroleh dengan terlalu mudah pasti kurang -
kita hargai. Hanya harga yang mahallah yang memberi nilai -
kepada segalanya. Tuhan tahu bagaimana memasang harga yang 
tepat pada barang-barangnya.''

Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah-
secara berbeda. Kita akan bersahabat dengan masalah. 
Kita pun akan menyambut setiap masalah yang ada dengan-
penuh kegembiraan karena dalam setiap masalah senantiasa terkandung 
''obat dan vitamin'' yang sangat kita butuhkan.

Dengan demikian Anda akan ''berterima kasih'' 
kepada orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena mereka memang
''diutus'' untuk membantu Anda. 
Pengemudi yang ugal-ugalan, tetangga yang jahat,
atasan yang sewenang-wenang adalah peluang untuk membentuk kesabaran.
Penghasilan yang pas-pasan adalah peluang untuk menumbuhkan rasa syukur.
Suasana yang ribut dan gaduh adalah peluang untuk menumbuhkan konsentrasi.
Orang-orang yang tak tahu berterima kasih adalah peluang untuk menumbuhkan-
perasaan kasih tanpa syarat. Orang-orang yang menyakiti Anda adalah-
peluang untuk menumbuhkan kualitas rela memaafkan.

Sebagai penutup marilah kita renungkan ungkapan berikut ini: 
''Aku memohon kekuatan, dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan-
untuk membuatku kuat. Aku memohon kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan. Aku memohon kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja. Aku memohon keberanian, dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon cinta, dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku mohon berkah dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh apapun yang aku inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan.''

Monday, October 18, 2010

sloka untuk hubungan baik suami istri dll

 slika untuk hubungan suami istri agar setia

Sri Raajyalakshmi sameda
sri mattapalli Lakshmi Narasimha parabrahmane namaha Sri Lakshmi Narasimha mattapalli parabrahmane namaha
--------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------
 
seloka untuk studi
Kenanga Gnyananandham devam
nirmala spadigakrutham Nirmala spadigakrutham
aatharam sarva vidhyanam aatharam sarva vidhyanam
Hayagreevan upasmahe Hayagreevan upasmahe
---------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------
Nyanyian dari sloka berikut dengan Tuhan Shiva dalam pikiran dapat mengatasi kematian.

OM Tryambakam yajamahe OM Tryambakam yajamahe
Sugandhim pushti-vardhanam Sugandhim pushti-vardhanam
Urvarukamiva bandhanan Urvarukamiva bandhanan
Mrityor mukshiya mamritat Mrityor mukshiya mamritat
 

mantra laksmi untuk kemakmuran


Penghasilan kena pajak Devendran, raja Surga telah kehilangan kekayaannya, KARENA kutukan Dibuat Durwasa Maharishi. Devendran kemudian kembali semua kekayaannya dengan mengucapkan sloka berikut pada Dewi Lakshmi. Devendran kemudian Dilaporkan * Semua kekayaannya Artikel Baru mengucapkan sloka berikut PADA Dewi Lakshmi. Dan karenanya mereka yang nyanyian sloka ini setiap hari akan memiliki semua kemakmuran dalam hidup mereka tanpa gagal. Dan karenanya mereka nyanyian sloka Suami Yang terkait masih berlangsung hari akan memiliki * Semua kemakmuran KESAWAN Hidup Tanpa mereka gagal

Namasthesthu magamaye sree peede surah poojithe
Sangu chakra gadha haste mahalakshmi namosthuthe Sangu chakra gadha tergesa-gesa mahalakshmi namosthuthe

Namasthe garudaroode kolasura bayankari Namasthe bayankari kolasura garudaroode
Sarva papa hare devi mahalakshmi namosthuthe Sarva papa hare devi mahalakshmi namosthuthe

Sarvagne sarva varathe sarvathushta bayankari Sarvagne sarva varathe sarvathushta bayankari
Sarva dukka hare devi mahalakshmi namosthuthe Sarva dukka mahalakshmi devi kelinci namosthuthe

Sithi buthi prade devi bukhi mukthi prathayini Sithi buthi prade devi bukhi mukthi prathayini
Mantra moorthe sathadevi mahalakshmi namosthuthe Mantra moorthe sathadevi mahalakshmi namosthuthe

Aathyantha rahithe devi aathi sakthi maheswari Aathyantha rahithe devi aathi sakthi Maheswari
Yogaje yoga samboothe mahalakshmi namosthuthe yoga Yogaje samboothe namosthuthe mahalakshmi

Sthoola shookshma maha rowthre magasakthi magothare Sthoola shookshma maha rowthre magasakthi magothare
Maga papa hare devi mahalakshmi namosthuthe Maga papa kelinci devi mahalakshmi namosthuthe

Padmasana sthithe devi parabrahma swaroopini Padmasana sthithe devi parabrahma swaroopini
Paramesi jaganmatha mahalakshmi namosthuthe Paramesi namosthuthe mahalakshmi jaganmatha

Swethaam parathare devi naanalankara booshithe Swethaam parathare devi naanalankara booshithe
Jagasthithe jaganmatha mahalakshmi namosthuthe Jagasthithe namosthuthe mahalakshmi jaganmatha

Mahalakshmiyashtaka sthothram ya: padeth bakthiman nara: Mahalakshmiyashtaka sthothram ya: nara bakthiman padeth:
Sarvasthithi mavapnothi rajyam praapnothi sarvatha: Sarvasthithi rajyam mavapnothi praapnothi sarvatha:
Ekakale paden nithyam mahapapa vinasanam Ekakale nithyam Paden mahapapa vinasanam
Thvikalam ya: paden nithyam danadaanya samanvitha: Thvikalam ya: nithyam samanvitha danadaanya Paden:
Thrikalam ya: paden nithyam mahasathru vinasanam; Thrikalam ya: nithyam vinasanam mahasathru Paden;
Mahalakshmeer baven nithyam prasannna varatha sooba Mahalakshmeer baven nithyam varatha sooba prasannna
 
 
bli wayan 
.

Thursday, October 14, 2010

download mantra gayatri

MANTRA GAYATRI
Kesaktian dan Keampuhan Mantra Gayatri

download disini cara pengucapan mantra gayatri

Cara pengucapan Mantra Gayatri oleh Sri Bhagavan Sathya Sai Baba (17-3-1983)MantraGayatri.mp3234
kb
Lagu Mantra Gayatri dinyanyikan oleh Anuradha Paudwal
(bukan lagu yg dimaksud butir 41, yg dimaksud butir 41 adalah cara pengucapan oleh Bhagawan di atas!)
LaguMantraGayatri.mp32.38
Mb

  1. Apakah manfaat lain yang diperoleh orang mengucapkan Mantra Gayatri?
    Orang yang mengucapkan Mantra Gayatri secara teratur dengan penuh keyakinan akan memperoleh faedah seperti berikut:
  1. Mantra Gayatri membebaskannya dari berbagai penyakit (Sarva roga nivaarini Gayatri).
  2. Mantra Gayatri menangkis atau mencegah segala kesengsaraan. (Sarva duhkha parivarini Gayatri).
  3. Mantra Gayatri merupakan pengabul segala keinginan (Sarva vaancha phalasri Gayatri).
    (Sanatana Sarathi, September 1995, hlm. 236)
    .
     
Apa yang dianugerahkan mantra Gayatri kepada orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan?
Mantra Gayatri menganugerahkan segala hal yang bermanfaat kepada orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan.
(Sanatana Sarathi, September 1995, hlm. 236).
Apakah manfaat lain yang diperoleh dengan mengucapkan mantra Gayatri?
Bila mantra Gayatri diucapkan (secara teratur dengan penuh keyakinan), berbagai jenis kesaktian yang timbul dalam diri orang tersebut. Karena itu mantra Gayatri tidak boleh diperlakukan sembarangan.
(Sanatana Sarathi, September 1995, hlm. 236). Lihat juga pertanyaan no. 30.
  

Manfaat spiritual apa yang akan kita peroleh dengan mengucapkan Mantra Gayatri?
Cahaya Brahman (Brahmaprakasa) akan turun pada kita, menerangi akal budi dan jalan spiritual kita, bila kita mengucapkan Mantra Gayatri dengan benar seperti yang diajarkan oleh Bhagavan.
Pada waktu mengucapkan Mantra Gayatri sebaiknya kita mengikuti petunjuk yang diberikan Sri Krsna kepada Arjuna dalam Bhagavad Gita 5.77. "Menutup semua indera memusatkan perhatian di antara kedua alis......"
  



Jika kita mengucapkan mantra Gayatri sambil mandi atau sebelum makan, apa hasilnya?
Bila kita mengucapkan Mantra Gayatri pada waktu mandi, mandi kita menjadi suci. Jika kita mengucapkannya sebelum makan, makanan kita menjadi persembahan bagi Tuhan. Kita harus mengembangkan bhakti yang tulus kepada Tuhan, yang timbul dari lubuk hati kita. (Sanatana Sarathi September 1995, hlm. 238).
 

Wednesday, October 13, 2010

mantra siwa dan fungsinya

 mantra siwa

OM NAMA SIWAYA, OM NAMA SIWAYA.....,
Jika anda memiliki kesulitan dalam hal apapun (karier, kesehatan, jodoh, dsb.)lakukan japa 108 X 10 atau sepuluh putaran genitri pagi dan sore setelah tri sandhya. Untuk hasil yang memuaskan lakukan yang pertama sampai dengan 42 hari. Semoga anda berhasil berkat Hyang Widhi!
Sebagai pengantar dengarkan Mp3 Mantra & stotra berikut di

http://www.4shared.com/file/92399920/12418e2f/Om_Nama_Siwa.html





 

yoga untuk pemula

yoga untuk pemula

POSISI 1 PRANAMASANA
Manfaatnya:
Membentuk suatu keadaan konsentrasi dan ketenangan data persiapan untuk latihan yang dilakukan.


2:
Hasta uttanãsana (Sikap kedua lengan terangkat)
Manfaatnya:
Meregangkan isi rongga perut, menghilangkan kelebihan lemak,
dan ~memperbaiki pencernaan.
Melatih otot-otot lengan dan bahu,
menyelaraskan urat-urat syaraf tulang belakang, dan membuka seluruh bilik paru-paru.


POSISI 3
Marlfaatflya:
Bermaflfaat dalam me1enyapk~ atau mencegah sakit perut serta berbagai penyakit perut.
Mengurangi kelebihan lemak pada daerah perut,
mernperbaiki pencernaan dan membantu menghi1angkan sembelit.
Memperbaiki peredaran darah,
membuat tulang belakang lemas menye1araskan syaraf-syaraf tulang belakang.


Posisi 4 : Asva sancalanäsana (Sikap menunggang kuda)

MANFAAT
Memijat organ-organ perut dan memperbaiki fungsinya. Otot-otot kaki akan diperkuat.
Keseimbangan urat syaraf akan tercapai.


Posisi 5 : Parvatãsana (Sikap gunung)

Menguatkan syaraf dan otot—otot pada kedua lengan dan kaki.
Melenturkan tulang belakang pada arah yang berlawanan menuj
sikap sebelumnya dan lebih jauh membantu rnembuatnya lemas.

Menyelaraskan urat syaraftulang belakang dan memberikan
syaraf¬syaraf tersebut aliran darah yang segar.

Posisi 6 : Astanga namaskãra (Pemberian hormat dengan 8 anggota badan)

MANFAAT:
Menguatkan otot-otot kaki dan lengan. Memperkuat dada.

Posisi 7 Bhujangasana (Sikap Kobra)

Manfaatnya: Perut ditekan, membantu menekan darah yang berhenti dan organ•
organ perut dan mendorong aliran darah segar.
Sikap ini sangat bermanfaat bagi semua penyakit perut,
termasuk ketidakmampuan mencerna dan sembelit.
Melengkungkan punggung melatih tulang belakang,
membuat otot otot lemas dan memberikan kekuatan
kembali pada syaraf-syaraf tulang belakang yang paling penting.

sumber
stoora,mantra&meditasi